Busana mengkomunikasikan pesan
Manusia, selain berkomunikasi secara tulisan dan lisan, juga menggunakan lambang dan simbol untuk melakukan komunikasi. Rambu-rambu lalu lintas contohnya. Kita bisa tahu maksudnya huruf P yang disilang, yakni kendaraan tidak boleh parkir di tempat yang dipasangi rambu tersebut. Maka jika kita markirin kendaraan di situ, udah pasti melanggar aturan. Tapi jangan juga ngeles kayak anekdot yang pernah saya baca. Tukang becak yang ngeyel dengan tetap ngetem di tempat yang sudah dipasangi rambu lalu lintas bergambar becak yang disilang, yang artinya becak nggak boleh ada di tempat itu. Tetapi ada tukang becak yang ngeles dengan mengatakan bahwa yang nggak boleh di situ kan gambar becak bukan becaknya. Hehehe… ini sih ngakalin memang. Maka, dalam lanjutan anekdot itu dikisahkan polisi yang negor tukang becak tersebut marah dengan mengatakan: “apakah kamu nggak sekolah, masa’ lambang gini nggak ngerti?” Eh, tukang becaknya nggak kalah berargumen: “Wah Pak, kalo saya sekolah dan pinter, mungkin sudah seperti Bapak!” Gubrak!
Nah, ngomong-ngomong soal kerudung (termasuk jilbab), ternyata busana juga bisa mengirimkan pesan lho. Sebab, busana, menurut Kefgen dan Touchie-Specht, mempunyai fungsi: diferensiasi, perilaku, dan emosi. Dengan busana, membedakan diri (dan kelompoknya) dari orang, kelompok, atau golongan lain. Dalam hal ini, kamu suka nemuin kan ada orang yang suka tampil beda dengan busana atau aksesoris lainnya. Sekelompok remaja puteri ada yang berani untuk mengenakan busana yang tak menutupi auratnya kalo keluar rumah. Sebagian yang lain merasa besar kepala bila keluar rumah pamer rambut indahnya, berhias berlebihan dan nyemprotin parfum ampe super wangi.
Perbedaan yang hendak dikomunikasikan melalui busana ini, tentunya agar orang tahu siapa dirinya. Agar semua orang bisa menilai dirinya tanpa perlu kita bicara secara lisan atau menyampaikan melalui tulisan. Busana, adalah bagian dari komunikasi melalui simbol.
Terus, busana juga bisa mengendalikan perilaku, lho. Kalo ada pak polisi mengenakan seragam polisi, maka biasanya beliau-beliau jaim alias jaga imej deh. Begitupun dengan remaja puteri, saat kamu memakai kerudung, maka perilaku kamu nggak bakalan “se-okem” ketika kamu berjins-ria. Ini fakta umum. Apalagi bagi yang udah sempurna berjilbab, nggak bakalan berani berperilaku yang norak, okem, senewen, atau malah urakan dan maksiat. Kecuali emang belum ngerti atau memang sengaja untuk kamuflase di tahap awal agar orang memandang dia baik perilakunya.
Hehehe.. ini juga fakta lho. Beberapa facebooker, menurut seorang kawan, ternyata PP alias foto profilnya mengenakan kerudung tetapi pada foto di ‘dalemannya’ malah ada penampilannya yang sedang membuka aurat. Nah, cerita teman saya itu, dia heran karena itu adalah temannya di jaman SMA, maka doi surprise dan menganggap sang teman sudah berubah. Eh, ternyata eh ternyata itu cuma di tampilan foto profilnya. Selebihnya, sang teman masih menampilkan fotonya dalam keadaan tak berkerudung. Waduh! Apakah ini bisa disebut kerudung dusta? Mungkin juga.
Sobat The Proselytizer, busana juga ternyata bisa berfungsi mengkomunikasikan emosi. Coba aja deh, kalo kamu nonton bola dengan bersegaram klub kebanggaan kamu, “nilai” teriak bin sorakknya lebih berharga (ciee.. emang gitu ya?). Kamu bisa lihat di televisi, bagaimana para penonton merasa terlibat secara emosi bila mengenakan kaos klub favoritnya.
So, buat para cewek wa akhwatuha, jadikan citra jilbab dalam perspesi sosial umum sebagai kebaikan; sopan, ramah, kalem, tahu agama, alim dan sebagainya. Jadi, seperti kata Kefgen dan Touchie-Specht, bahwa busana adalah “menyampaikan pesan”. Kamu menerima pesan di balik busana orang, kemudian merespon sesuai persepsi sosial kamu. Jadi, mungkin akan wajar kalo teman kamu akan bilang kerudung palsu atau kerudung dusta karena perilaku kamu bertentangan dengan busanamu. Intinya, busanamu mencerminkan perilakumu. Sebab, cara pandang seseorang akan mempengaruhi perilakunya.
Busana muslimah itu indah
Islam, sebagai agama yang sempurna memperhatikan pula tentang urusan pakaian. Yang indah itu yang bagaimana, yang sesuai syariat itu yang bagaimana. Semua dijelaskan oleh Islam. Bicara soal pakaian, Allah Swt, telah mengatur dalam firmanNya (yang artinya): “Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan.” (QS al-A’râf [7]: 26)
Nah, ngomong-ngomong syariat, busana muslimah tuh udah ada aturannya. Firman Allah Swt. (yang artinya): “Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (QS al-Ahzab [33]: 59)
Saya coba ngasih penjelasan sedikit. Moga-moga aja kamu pada paham ya? Jilbab bermakna milhâfah (baju kurung atau semacam abaya yang longgar dan tidak tipis), kain (kisâ’) apa saja yang dapat menutupi, atau pakaian (tsawb) yang dapat menutupi seluruh bagian tubuh. Di dalam kamus al-Muhîth dinyatakan demikian: Jilbab itu laksana sirdâb (terowongan) atau sinmâr (lorong), yakni baju atau pakaian yang longgar bagi wanita selain baju kurung atau kain apa saja yang dapat menutupi pakaian kesehariannya seperti halnya baju kurung.
Nah, kalo kamu pengen tahu penjelasan tambahannya, ada juga keterangan dalam kamus ash-Shahhâh, al-Jawhârî menyatakan: Jilbab adalah kain panjang dan longgar (milhâfah) yang sering disebut mulâ’ah (baju kurung). Begitu sobat. Moga aja setelah ini nggak kebalik-balik lagi ketika membedakan antara jilbab dan kerudung.
Jadi pakaian muslimah itu? Nah, yang dimaksud pakaian muslimah, dan itu sesuai syariat Islam, adalah jilbab plus kerudungnya. Dan itu wajib dikenakan ketika keluar rumah atau di dalam rumah ketika ada orang asing (baca: bukan mahram) yang kebetulan sedang bertamu ke rumah kita or keluarga kita.
Sobat muda muslim, saya ‘cerewet’ begini bukan ngiri or nggak suka sama kamu. Tapi justru sebagai bentuk kepedulian. Tentu karena sayang sama kamu. Supaya ketika kamu berbuat patokannya adalah syariat Islam, bukan mode atawa selera kamu semata. Ok?
Semoga melalui tulisan ini, istilah kerudung palsu or kerudung dusta nggak melekat sama kamu. Sebab rugi banget deh, kamu pake kerudung tapi kamu masih dijuluki gajah alias gadis jahiliyah. Artinya, kerudung cuma nyangkut di kepala nutupin rambut dioang, tetapi pikiran kamu masih belum dihiasi dengan indahnya aturan Islam. Jika itu yang terjadi, pantas deh disebut kerudung dusta.
Yuk, benahi cara pandang kita tentang busana. Bahwa mengenakan busana muslimah itu kewajiban, bukan pilihan, apalagi atas dasar tren. Selain itu, poles pemikiran dan perasaan kamu dengan cara pandang ajaran Islam. Maka, nggak sekadar pake kerudung dan jilbab, tapi keilmuan kamu juga oke. Hebat kan? So, selamat tinggal kerudung dusta. Bye-bye kerudung palsu. So, jadilah muslimah betulan! Pasti bisa deh! Sip!
Manusia, selain berkomunikasi secara tulisan dan lisan, juga menggunakan lambang dan simbol untuk melakukan komunikasi. Rambu-rambu lalu lintas contohnya. Kita bisa tahu maksudnya huruf P yang disilang, yakni kendaraan tidak boleh parkir di tempat yang dipasangi rambu tersebut. Maka jika kita markirin kendaraan di situ, udah pasti melanggar aturan. Tapi jangan juga ngeles kayak anekdot yang pernah saya baca. Tukang becak yang ngeyel dengan tetap ngetem di tempat yang sudah dipasangi rambu lalu lintas bergambar becak yang disilang, yang artinya becak nggak boleh ada di tempat itu. Tetapi ada tukang becak yang ngeles dengan mengatakan bahwa yang nggak boleh di situ kan gambar becak bukan becaknya. Hehehe… ini sih ngakalin memang. Maka, dalam lanjutan anekdot itu dikisahkan polisi yang negor tukang becak tersebut marah dengan mengatakan: “apakah kamu nggak sekolah, masa’ lambang gini nggak ngerti?” Eh, tukang becaknya nggak kalah berargumen: “Wah Pak, kalo saya sekolah dan pinter, mungkin sudah seperti Bapak!” Gubrak!
Nah, ngomong-ngomong soal kerudung (termasuk jilbab), ternyata busana juga bisa mengirimkan pesan lho. Sebab, busana, menurut Kefgen dan Touchie-Specht, mempunyai fungsi: diferensiasi, perilaku, dan emosi. Dengan busana, membedakan diri (dan kelompoknya) dari orang, kelompok, atau golongan lain. Dalam hal ini, kamu suka nemuin kan ada orang yang suka tampil beda dengan busana atau aksesoris lainnya. Sekelompok remaja puteri ada yang berani untuk mengenakan busana yang tak menutupi auratnya kalo keluar rumah. Sebagian yang lain merasa besar kepala bila keluar rumah pamer rambut indahnya, berhias berlebihan dan nyemprotin parfum ampe super wangi.
Perbedaan yang hendak dikomunikasikan melalui busana ini, tentunya agar orang tahu siapa dirinya. Agar semua orang bisa menilai dirinya tanpa perlu kita bicara secara lisan atau menyampaikan melalui tulisan. Busana, adalah bagian dari komunikasi melalui simbol.
Terus, busana juga bisa mengendalikan perilaku, lho. Kalo ada pak polisi mengenakan seragam polisi, maka biasanya beliau-beliau jaim alias jaga imej deh. Begitupun dengan remaja puteri, saat kamu memakai kerudung, maka perilaku kamu nggak bakalan “se-okem” ketika kamu berjins-ria. Ini fakta umum. Apalagi bagi yang udah sempurna berjilbab, nggak bakalan berani berperilaku yang norak, okem, senewen, atau malah urakan dan maksiat. Kecuali emang belum ngerti atau memang sengaja untuk kamuflase di tahap awal agar orang memandang dia baik perilakunya.
Hehehe.. ini juga fakta lho. Beberapa facebooker, menurut seorang kawan, ternyata PP alias foto profilnya mengenakan kerudung tetapi pada foto di ‘dalemannya’ malah ada penampilannya yang sedang membuka aurat. Nah, cerita teman saya itu, dia heran karena itu adalah temannya di jaman SMA, maka doi surprise dan menganggap sang teman sudah berubah. Eh, ternyata eh ternyata itu cuma di tampilan foto profilnya. Selebihnya, sang teman masih menampilkan fotonya dalam keadaan tak berkerudung. Waduh! Apakah ini bisa disebut kerudung dusta? Mungkin juga.
Sobat The Proselytizer, busana juga ternyata bisa berfungsi mengkomunikasikan emosi. Coba aja deh, kalo kamu nonton bola dengan bersegaram klub kebanggaan kamu, “nilai” teriak bin sorakknya lebih berharga (ciee.. emang gitu ya?). Kamu bisa lihat di televisi, bagaimana para penonton merasa terlibat secara emosi bila mengenakan kaos klub favoritnya.
So, buat para cewek wa akhwatuha, jadikan citra jilbab dalam perspesi sosial umum sebagai kebaikan; sopan, ramah, kalem, tahu agama, alim dan sebagainya. Jadi, seperti kata Kefgen dan Touchie-Specht, bahwa busana adalah “menyampaikan pesan”. Kamu menerima pesan di balik busana orang, kemudian merespon sesuai persepsi sosial kamu. Jadi, mungkin akan wajar kalo teman kamu akan bilang kerudung palsu atau kerudung dusta karena perilaku kamu bertentangan dengan busanamu. Intinya, busanamu mencerminkan perilakumu. Sebab, cara pandang seseorang akan mempengaruhi perilakunya.
Busana muslimah itu indah
Islam, sebagai agama yang sempurna memperhatikan pula tentang urusan pakaian. Yang indah itu yang bagaimana, yang sesuai syariat itu yang bagaimana. Semua dijelaskan oleh Islam. Bicara soal pakaian, Allah Swt, telah mengatur dalam firmanNya (yang artinya): “Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan.” (QS al-A’râf [7]: 26)
Nah, ngomong-ngomong syariat, busana muslimah tuh udah ada aturannya. Firman Allah Swt. (yang artinya): “Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (QS al-Ahzab [33]: 59)
Saya coba ngasih penjelasan sedikit. Moga-moga aja kamu pada paham ya? Jilbab bermakna milhâfah (baju kurung atau semacam abaya yang longgar dan tidak tipis), kain (kisâ’) apa saja yang dapat menutupi, atau pakaian (tsawb) yang dapat menutupi seluruh bagian tubuh. Di dalam kamus al-Muhîth dinyatakan demikian: Jilbab itu laksana sirdâb (terowongan) atau sinmâr (lorong), yakni baju atau pakaian yang longgar bagi wanita selain baju kurung atau kain apa saja yang dapat menutupi pakaian kesehariannya seperti halnya baju kurung.
Nah, kalo kamu pengen tahu penjelasan tambahannya, ada juga keterangan dalam kamus ash-Shahhâh, al-Jawhârî menyatakan: Jilbab adalah kain panjang dan longgar (milhâfah) yang sering disebut mulâ’ah (baju kurung). Begitu sobat. Moga aja setelah ini nggak kebalik-balik lagi ketika membedakan antara jilbab dan kerudung.
Jadi pakaian muslimah itu? Nah, yang dimaksud pakaian muslimah, dan itu sesuai syariat Islam, adalah jilbab plus kerudungnya. Dan itu wajib dikenakan ketika keluar rumah atau di dalam rumah ketika ada orang asing (baca: bukan mahram) yang kebetulan sedang bertamu ke rumah kita or keluarga kita.
Sobat muda muslim, saya ‘cerewet’ begini bukan ngiri or nggak suka sama kamu. Tapi justru sebagai bentuk kepedulian. Tentu karena sayang sama kamu. Supaya ketika kamu berbuat patokannya adalah syariat Islam, bukan mode atawa selera kamu semata. Ok?
Semoga melalui tulisan ini, istilah kerudung palsu or kerudung dusta nggak melekat sama kamu. Sebab rugi banget deh, kamu pake kerudung tapi kamu masih dijuluki gajah alias gadis jahiliyah. Artinya, kerudung cuma nyangkut di kepala nutupin rambut dioang, tetapi pikiran kamu masih belum dihiasi dengan indahnya aturan Islam. Jika itu yang terjadi, pantas deh disebut kerudung dusta.
Yuk, benahi cara pandang kita tentang busana. Bahwa mengenakan busana muslimah itu kewajiban, bukan pilihan, apalagi atas dasar tren. Selain itu, poles pemikiran dan perasaan kamu dengan cara pandang ajaran Islam. Maka, nggak sekadar pake kerudung dan jilbab, tapi keilmuan kamu juga oke. Hebat kan? So, selamat tinggal kerudung dusta. Bye-bye kerudung palsu. So, jadilah muslimah betulan! Pasti bisa deh! Sip!